Proses dalam menulis merupakan sebuah proses kreatif. Ia tak hanya menggabungkan huruf demi huruf, kata demi kata, dan kalimat demi kalimat tetapi ia juga menautkan makna. Dengan menulis, apa yang ada di kepala dapat disebarkan secara luas, tak hanya oleh orang dewasa tetapi juga anak-anak.
Sejatinya, di manapun mereka berada, anak-anak memiliki ide dan imajinasi yang luar biasa. Berikut ini adalah sebuah karya dari seorang anak di Aceh Timur tentang perjuangan pendayung sampan di Aceh Timur.
Perjuangan hidup pendayung sampan
19 Tahun lalu tepatnya saat negara Indonesia merayakan 49 tahun kemerdekaannya. Lahirlah seorang anak yang bernama Faisal Hazami. Faisal. muda sekarang telah duduk di kelas tiga SMK Alue Bu Jurusan Perikanan. Tinggal di Kuala Idi sebagai anak seorang nelayan yang penghasilannya tak menentu dan kehidupan yang terbatas memaksa dia untuk membantu orang tuanya. Tidak seperti masa muda anak seusianya, Faisal muda terpaksa meninggalkan masa mudanya untuk bermain dan belajar . Untuk menambah biaya sekolahnya ia menjadi pendayung sampan.
Pulang sekolah ia selalu mendayung sampan menggantikan kakeknya Ali Adam yang sudah berusia senja. Mendayung sampan adalah rutinitasnya seusai pulang sekolah, hal ini dilakukan sejak kelas tiga sekolah menengah pertama (SMP). Baginya mendayung adalah perjuangan hidup yang harus dijalaninya untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan sekolahnya demi cita cita dan merubah hidup untuk lebih baik dimasa depan.
Dengan tarif Rp 1000 sekali menyeberang, ia menghasilkan Rp 100.000 hingga 150.000 dalam satu hari. Namun penghasilan itu tidak bisa dinikmati semuanya, ia harus menyetor kedesa Rp 25.000. Karna sampan yang dikelola kakeknya adalah milik desa. Sisa dari uang itu kemudian dibagi lagi pada kakeknya.
Begitulah potret kehidupan Faisal Hazami sebagai pendayung sampan penyebrangan di Kuala Idi Aceh Timur. Semoga cita cita untuk kehidupan lebih baiknya tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar